
Sabtu (15/8) menjadi kebanggan tersendiri bagi Pantura Pos dan seorang rekan lain dari Koran Nasional karena mendapat menjadi tamu undangan sebagai tamu kehormatan pada acara Seminar dan Napak Tilas Jejak Peninggalan Majapahit di Lasem Rembang yang diselenggarakan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Komisariat Rembang. Bersama 50 orang elemen warga Rembang berlatar belakang aneka profesi yang tergabung dalam MSI kegiatan pertama mengikuti seminar di SDN Kajar kecamatan Lasem kabupaten Rembang, menampilkan nara sumber Slamet Wijaya sesepuh dan salah seorang tokoh masyarakat Lasem yang hafal seluk beluk sejarah keberadaan Lasem sejak era Majapahit hingga sekarang.
Pada kesempatan tersebut Slamet Wijaya khusus mengupas sejarah era Lasem menjadi kerajaan bagian dari kerajaan Majapahit. kemudian menjadi kadipaten Lasem para era kerajaan Demak, Pajang dan Mataram. Menurut Slamet Wijaya pada era kerajaan majapahit banyak peninggalan benda bersejarah tersebar di pegungungan Argopuro Lasem. “Diantaranya sudah teridentikasi dan terdokumentasi.
“Hanya sayang karena kurang mendapat perhatian, banyak situs-situs dalam kondisi rusak Oleh karena itu MSI saya himbau segera melakukan aksi pelestarian aset sejarah tadi agar tidak punah,”harap Smaet Wijaya.
Usai seminar kegiatan dilanjutkan melakukan napak tilas peninggalan Majapahit di pegungungan Kajar. Antara lain di batu hitam terdapat tapak kaki Raja Hayam Wuruk ketika berkunjung ke Lasem pada tahun 1354, batu berbentuk kursi dan lingga.
Ketua MSI Komisariat Rembang Edy Winarno, saat dihubungi disela-sela napak tilas menyatakan, tahap awal kegiatan MSI terkait benda-benda bersejarah di pegungungan Kajar adalah melakukan identifikasi dan mendokumentasikan. “Kemudian dilanjutkan upaya pelestarian sebagai warisan budaya.”jelas Edy.
Ditaambahkannya, setelah semua situs teridentifkasi dan terdokumentasi, MSI akan berkoordinasi dengan pemkab Rembang, membicarakan langkah-langkah penyelamatan dan pelestarian situs peninggalan Majapahit. “Ini harus segera dilakasanakan karena kondisi beberapa situs terancam punah,”imbuhnya.
Untuk melestarikan situs Majapahit di Desa Kajar, Lasem, MSI berupaya mengajak warga sekitar dan guru turut menjaga situs sesuai dengan peran mereka masing-masing. Sebagai langkah awal, MSI menapak tilas peninggalan-peninggalan itu bersama 100 guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Sejarah di Rembang. ”Kami berupaya memperkenalkan studi sejarah lokal berbasis realitas kepada para guru. Harapannya, mereka dapat menerapkan metode itu kepada murid-muridnya,”imbuh Edi.
Tak kenal maka tak sayang
Desa Kajar yang terletak di lereng pegunungan Kajar, salah satu bagian dari Pegunungan Argopura Lasem. Dari kota tua Lasem atau jalan pantai utara Lasem, desa dengan sumber air yang melimpah itu berjarak sekitar 7 kilometer ke arah selatan. Di desa itulah terdapat empat peninggalan Kerajaan Majapahit yang sangat berharga nilai kesejarahannya.
Peninggalan itu berupa batu tapak kaki Raja Majapahit yang dikenal dengan watu tapak, goa tinatah, kursi kajar, dan lingga kajar. Peninggalan itu tidak mengumpul di satu tempat, tetapi tersebar di sejumlah titik Gunung Kajar.
Kisah di balik peninggalan itu tidak terlepas dari sejarah Kadipaten Lasem pada masa Kerajaan Majapahit. Berdasarkan laporan ”Rekonstruksi Sejarah Kadipaten Lasem” garapan MSI Kabupaten Rembang, Kadipaten Lasem muncul setelah Tribuwana Wijayatunggadewi membentuk Dewan Pertimbangan Agung atau Bathara Sapta Prabu pada 1351.
Salah satu anggota Dewan Pertimbangan Agung adalah Dyah Duhitendu Dewi, salah satu kerabat Hayam Wuruk yang setelah menikah dengan anggota Dewan Pertimbangan Agung lain, Rajasawardana, kemudian tinggal dan menjadi penguasa di Lasem dengan gelar Putri Indu Dewi Purnamawulan, atau selanjutnya lebih dikenal dengan nama Bhre Lasem.
Dalam Nagarakertagama dan Tafsir Sejarahnya karya Slamet Mulyana, kisah Dewi Indu dan Rajasawardana tercatat di terjemahan Negarakertagama Pupuh V dan VI. Dalam Pupuh V Ayat 1 disebutkan, ”Adinda Baginda Raja di Wilwatikta: Puteri jelita, bersemayam di Lasem Puteri jelita Daha, cantik ternama Indudewi Puteri Wijayarajasa”.
Begitu pula dalam Pupuh VI Ayat 1, ”Telah dinobatkan sebagai raja tepat menurut rencana Laki tangkas rani Lasem bagai raja daerah Matahun Bergelar Rajasawardana sangat bagus lagi putus dalam naya Raja dan rani terpuji laksana Asmara dengan Pinggala”.
Dalam pupuh yang sama pada Ayat 3 disebutkan, ”Bhre Lasem Menurunkan puteri jelita Nagarawardani Bersemayam sebagai permaisuri pangeran di Wirabumi Rani Pajang menurunkan Bhre Mataram Sri Wikramawardana Bagaikan titisan Hyang Kumara, wakil utama Sri Narendra”.
Salah satu pilar majapahit
Slamet Widjaya sendiri menambahkan, Lasem khususnya desa Kajar, merupakan salah satu daerah terpenting Kerajaan Majapahit. Kajar merupakan tempat memberikan pengetahuan serta ajaran agama dan moral kepada para pejabat, panglima, dan prajurit Kerajaan Majapahit. ”Kajar merupakan kependekan dari ’ka’ yang berarti kaweruh (pengetahuan) dan ’jar’ yang berarti ajaran,” kata Slamet.
Menurutnya bukan hal yang mengherankan jika pada 1354 Hayam Wuruk berkunjung ke Lasem dan desa Kajar. Untuk mengenang kunjungan itu sekaligus sebagai prasasti tanda daerah kekuasaan Majapahit, Bhre Lasem membuat ukiran telapak kaki Hayam Wuruk di sebuah batu andesit di lereng Gunung Kajar. Hingga kini, ukiran telapak kaki itu masih ada dan warga Desa Kajar meyakini ukiran itu sebagai bekas telapak kaki Hayam Wuruk. Warga kerap menyebut batu telapak kaki itu sebagai watu tapak.
Peninggalan-peninggalan lain Majapahit lanjut Slamet Wijaya, yakni goa tinatah, kursi kajar, dan lingga kajar, juga menunjukkan peran penting desa Kajar selama Majapahit berkuasa. Goa tinatah merupakan dua goa yang terletak di Gunung Kajar. Goa pertama merupakan tempat menyepi pejabat atau panglima Majapahit. Goa itu hanya muat untuk satu orang. Goa kedua merupakan tempat para prajurit yang dibawa pejabat atau panglima Majapahit itu berjaga-jaga. Goa kedua itu dapat memuat sekitar 15 orang. “Setelah menyepi selama beberapa waktu di goa tinatah, pejabat atau panglima Majapahit itu disucikan dengan air kajar. Dia duduk di sebongkah batu yang mirip kursi yang oleh warga kerap disebut kursi sebagai kursi kajar,”paparnya.
Selain itu, untuk menghargai desa Kajar sebagai tempat yang membawa kesuburan bagi daerah lain karena banyak sumber mata air, Bhre Lasem membuat lingga berhuruf palawa di dekat lingga pada zaman batu dan salah satu mata air Kajar. ”Lantaran tidak terawat, huruf palawa di lingga itu sulit dibaca lagi. Begitu pula peninggalan-peninggalan Majapahit lain, misalnya kajar kursi, juga tidak terperhatikan. Batu itu tidak lagi menyerupai kursi karena telah hancur sebagian,”ucap Slamet Wijaya dengan raut muka sedih.
Edi Winarno sendiri menambahkan, MSI akan mendokumentasikan situs sejarah Majapahit tersebut kepada pemkab Rembang. “Kami berharap pemkab Rembang menjadikan situs Majapahit di Lasem sebagai laboratorium sejarah. Situs itu dapat pula menjadi tempat wisata penyusuran jejak-jejak peninggalan Majapahit di Lasem,”tambahnya.
Ini terlihat bahwa selama ini, tidak banyak masyarakat yang tahu bahwa di Lasem ada peninggalan Majapahit. Bahkan kurang memedulikan aset sejarah dan wisata itu sehingga benda-benda di situs itu banyak yang tidak terawat,”tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar