
Geliat Ekonomi Perajin Sapu Kelud
Satu buah sabut kelapa seharga Rp.300,- bisa disulap dan menghasilkan uang Rp.3900,- Jika sudah berpindah tangan bisa menghasilkan uang Rp.7500 s/d Rp.9000,- Seperti apa caranya? Warga desa Kenongo Kecamatan Sedan sudah bertahun-tahun memproduksi barang dari bahan sabut kelapa menjadi sapu. Bukan untuk sulap, apalagi untuk terbang, tapi dari disana mengalir kehidupan yang layak disyukuri. Dari usaha sapu tersebut kemakmuran mengalir kepada siapa saja di desa Kenongo. Wartawan Pantura Pos Ali Shodiqin melaporkan.
Memasuki desa Kenongo Kecamatan Sedan, mata akan langsung tertuju pada beberapa warga yang tengah sibuk mengolah sabut kelapa. Nuansa industri rumah tangga tergambar jelas dengan sibuknya seorang ibu muda dengan sapu-sapu setengah jadi, sementara balitanya sibuk bermain di sampingnya. Ia tidak sendirian, tetangga yang masih famili juga bergelut dengan sabut kelapa.
Makin masuk ke desa, sabut kelapa yang masih utuh atau sudah berbentuk setengah jadi banyak ditemukan di depan rumah warga. Yang diproduksi mereka bukanlah barang aneh-aneh, orang menyebutnya sapu kelud. Dan ternyata sapu dari sabut kelapa produksi Kenongo sudah berjalan turun temurun.
Jangan dibayangkan, masuk desa Kenongo akan terlihat banyak pohon kelapa berjajar-jajar. Justru di Kenongo jarang sekali pohon kelapa. Itulah uniknya. Sentra kerajinan sabut kelud desa Kenongo justru mendatang-kan bahan baku dari desa-desa lain di Sedan. Bahkan terbanyak dari desa Lodan Kecamatan Sarang.
Kepala Desa Kenongo, Mansur, ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa usaha membuat sapu sudah lama dan hampir merata di seluruh desa Kenongo. Setidaknya setengah dari 526 KK warga Kenongo adalah perajin sapu kelud.
Kades Mansur menambahkan, dari usaha membuat sapu kelud ini, disamping untuk menyam-bung hidup, banyak diantara-nya untuk meningkatkan taraf hidup warganya. Antara lain untuk membangun rumah yang bagus, membayar kredit kendaraan sepeda motor, disamping untuk membiayai anak sekolah.
Menurut pengamatan Pantura Pos, membuat sapu melibatkan banyak anggota keluarga. Remaja-remaja yang sudah bisa membantu bisa mengerjakan yang ringan-ringan saja. Untuk yang berat-berat dikerjakan orang tua. Seperti menggepuk bahan mentah dan memotong kayu untuk gagang.
Bahkan menurut Kades, menggepuk bahan mentah banyak diborongkan ke desa lain. Karenanya Kades sempat mengusulkan kepada Bupati Rembang ketika ada Dinamika agar Pemkab bisa membantu mesin pengolah sabut kelapa.
Ahsan dan Sri Lestari, pasangan muda warga Kenongo yang tempat tinggalnya bergeser sedikit ke desa Bogorejo, hari-harinya hanya membuat sapu. Rumah sebelahnya Nahari dan Agus Hariyadi juga demikian. Praktis mereka bersemangat bekerja karena sapu kelud hasil karya mereka selalu ada yang menampung.
Tengkulak yang menampung produk mereka siap membayar kontan. Satu sapu dari warga dikulak seharga Rp.1300. Oleh tengkulak dilempar ke luar kota dengan harga antara Rp.2000 s/d 2500. Kalau sudah sampai ke toko di kampung-kampung harga bisa mencapai Rp.3500/biji.
Bahan baku didatangkan dari desa lain dan harganya bervariasi. Satu biji sabut kelapa, memilih sendiri, Rp.300,-/biji. Satu sabut bisa diolah menjadi tiga buah sapu kelud.
Jika satu colt, tidak bisa memilih, Rp.150.000,-/colt. Sabut kelapa yang memiliki sabut yang baik, seperti seratnya rata dan halus, akan menjadi sapu yang baik. Jika sabutnya buruk, mudah patah dan rontok, lebih sulit memprosesnya.
Per hari satu orang bisa membuat 100 biji sapu, asal bahan-bahan siap olah. Seperti sabut yang sudah digepuk dan disisir rapi, kayu tunggakan yang sudah dipotong untuk gagang, serta tali. Alat-alat antara lain bendo, pisau, sisir dari bahan besi dan jarum siap ditempat. Namun, jika dari awal bahan mentah semua, perhari hanya mampu membaut 10 biji sapu.
Jika dihitung-hitung, tampaknya penghasilan mereka tidak begitu besar. Tapi, mengingat pekerjaan itu selalu ada, tidak begitu menguras tenaga, bisa dikerjakan di rumah sambil mengerjakan pekerjaan lain, serta bisa ditimbun dalam jumlah besar, maka akan menjadi penghasilan yang lumayan.
Perhari, menurut cerita warga kurang lebih seribu biji sapu diangkut tengkulak dari desa Kenongo. Pasarannya sudah mencapai Pati, Blora, Semarang hingga Tuban.
Proses Membuat Sapu
Membuat sapu itu mudah. Jika mau bisa untuk tambahan penghasilan.
Bahan baku sabut yang masih utuh direndam dulu dalam air selama semalam. Esoknya sabut digepuk dengan kayu tunggakan di atas batu. Maksudnya agar sabut jadi gepeng, kulit serta daging serabut yang tidak diperlukan juga rontok. Jika sudah menjadi sabut yang halus dan rata lalu dijemur hingga kering.
Sabut yang sudah kering lantas dibentuk sapu dengan gagang dari tunggakan, dan tali plastik yang warna-warni. Jika sudah jadi mesti difinishing dengan menyikat sapu bagian dalamnya untuk mengurangi material sabut yang rontok.
Jika sapu kelud diperlakukan lebih baik, akan meningkatkan harga. Yang paling umum adalah membuat sapu seperti proses di atas. Jika ingin lebih baik, sebut disikat lebih bersih hingga rontokannya se minimal mungkin. Ikatan tali pada pada ujung kelud dibalut dengan kain perca hingga tampak lebih rapi dan elegan. Dan harga jualnya bisa meningkat dua kali lipat. :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar