Minggu, 30 Agustus 2009

Stop Bullying

Stop Bullying!
Stop Bullying! Demikian sebuah peringatan ter-tulis pada sebuah stiker yang dibagikan Plan Indone-sia di Rembang. Ini terkait dengan lokakarya yang dia-dakan Plan Rembang di SMP 5 Rembang baru-baru ini.
Dalam tulisan stiker ter-sebut dilanjutkan dengan penjelasan: Bullying (baca: buliying) adalah perilaku yang sengaja dilakukan se-cara verbal, fisik ataupun psikologis untuk menekan, mengintimidasi dan mena-kutnakuti seseorang / seke-lompok orang sehingga kor-ban merasa tertekan, trauma dan tidak berdaya.
Lokakarya yang meng-ambil tema ‘Pendidikan Tan-pa Kekerasan’ ini mengha-dirkan pembicara Sudiyo, learning specialist dari Plan Indonesia. Kemudian Dan-dung Dwi Sucahyo Kabid Kurikulum Dinas Pendidikan Kab Rembang, A Ratih Kusuma Wardani seorang psikolog, Dwi Martopo dari BPMKB.
Plan Indonesia meng-undang orang-orang yang terlibat langsung terhadap pendidikan yaitu Ka UPT dan Pengawas se Kabupaten Rembang. Diharapkan pesan -pesan tentang pendidikan yang menyenangkan dan bebas dari rasa takut ini bisa kembali ditularkan kepada kepala-kepala sekolah dan guru di Kab Rembang.

Kekerasan terhadap siswa
Kekerasan pada siswa adalah suatu tindakan keras yang dilakukan terhadap siswa di sekolah dengan dalih mendisiplinkan siswa.
Kekerasan yang ditim-pakan siswa bisa macam-macam, antara lain keke-rasan fisik yang dapat meng-akibatkan luka atau cedera pada siswa, seperti memu-kul, menganiaya, dll. Ada pula kekerasan psikis yang dilakukan secara emosional, misalnya menghina, meleceh-kan, mencela atau melontar-kan perkataan yang menyakiti perasaan, melukai harga diri, menurunkan rasa percaya diri, membuat orang merasa hina, kecil, lemah, jelek, tidak berguna dan tidak berdaya.
Kekerasan defensive dila-kukan dengan dalih tindakan perlindungan, bukan tindakan penyerangan. Kekerasan agresif yang dilakukan untuk mendapatkan sesuatu seperti merampas, dll. Kekerasan seksual, suatu bentuk pemak-saan untuk melakukan hu-bungan seksual atau sejenis-nya.

Target juara
Kekerasan bisa dari guru, itu terjadi karena kurangnya pengetahuan bahwa keke-rasan baik fisik maupun psikis tidak efektif untuk memotivasi siswa atau merubah perilaku, malah beresiko menimbulkan trauma psikologis dan melukai harga diri siswa. Terkadang kekerasan dari guru akibat tekanan kerja seperti target yang harus dipenuhi oleh guru, baik dari segi kurikulum, materi maupun prestasi juara yang ditargetkan kepada siswa didiknya sementara kendala yang dirasakan untuk mencapai hasil yang ideal dan maksimal cukup besar.
Saatnya katakan “tidak” pada kekerasan dan menen-tang segala bentuk kekerasan. Ciptakan pendidikan yang menyenangkan, bebas dari rasa takut. Dalam menanam-kan pendidikan tanpa keke-rasan di sekolah, guru dapat melakukannya dengan menjalin komunikasi yang efektif dengan siswa, menge-nali potensi-potensi siswa, menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran, guru memberikan kebebasan pada siswa untuk berkreasi dan guru menghargai siswa sesuai dengan talenta yang dimiliki siswa.

Dari mana saja
Kekerasan terhadap anak bisa dari mana saja. Bisa dari temannya sendiri, dari orang tuanya dan juga dari ling-kungannya. Anak yang selalu dimanja akan menjadikannya keras dan suka berlaku kasar kepada orang lain jika keinginannya tidak dituruti. Atau orang tua yang selalu marah dan membandingkan anak, bisa menimbulkan rendah diri yang memancing orang lain mengganggu.
Dari lingkugannya juga bisa menimbulkan kekerasan, seperti adanya kekuatan kelompok yang memancing kekerasan sehingga kekerasan dianggap wajar. Termasuk kekerasan senior kepada yunior (anak baru). Tayangan televisi yang banyak berbau kekerasan juga bisa menjadi pemicu untuk dicontoh.
Seringkali kekerasan terhadap anak dilakukan tidak sengaja. Segeralah mawas diri, sudahkah orang tua dan guru telah bersikap yang benar terhadap anak? :-) Shodiqin

Tidak ada komentar: