Rembang Terima Alokasi PNPM-MP Rp 26,9 M
Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) tahun 2009, Kabupaten Rembang menerima alokasi sebanyak Rp.26,9 milyar untuk 12 kecamatan. Dengan rincian Rp 21,5 milyar bersumber dari DIPA-APBN, dan Rp 5,4 milyar bersumber dari APBD Kabupaten Rembang tahun 2009. Demikian dikatakan Bupati Rembang H Moch Salim dalam sambutan tertulis yang dibacakan Asisten Pemerintahan Supraja SH pada launching Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Kabupaten Rembang 2009 baru-baru ini di pendopo Kabupaten.
Disebutkan, PNPM Mandiri mempunyai sinergitas dengan 4 pilar program strategis Kabupaten Rembang. Oleh karena itu pihaknya meminta, akselerasi pengentasan kemiskinan dan pengangguran dapat lebih memperoleh peluang untuk dapat diwujudkan, utamanya dengan adanya Gerakan Pengembangan Ekonomi Lokal (Gerbang Elok).
”Gerbang Elok memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat Rembang untuk dapat mengembangkan kewira-mitrausahaan dalam rangka meningkatkan produktifitasnya, sehingga akan mengurangi pengangguran,”sebut Supraja.
Lebih lanjut dibacakanoleh Supraja, sikap Pemkab Rembang terhadap kemiskinan dan pengangguran adalah tegas dan mempunyai komitmen yang tinggi. Yakni Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) adalah pedoman guna merancang berbagai program untuk saudara-saudara kita yang berada di bawah garis kemiskinan, dengan pendekatan pro-poor dalam merumuskan budgeting. ”Sehingga secara sistimatis angka penurunan kemiskinan dan pengangguran di Kabupaten Rembang dapat turun secara signifikan,”ucapnya.
Sementara itu Guru Besar Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, Prof Dr Singgih Tri Sulistyono MA pada kesempatan tersebut mengatakan, pendidikan kewirausahaan perlu diberikan kepada generasi muda sedini mungkin. Sebagaimana pendidikan etika, kewirausahaan tidak harus selalu diberikan dalam bentuk teoritik tetapi menginternalisasikan nilai-nilai kemandirian, keperwiraan, kewirausahaan dalam kehidupan.
Kegiatan tersebut dihadiri Kepala SKPD se-Kabupaten Rembang, Tim Koordinasi PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten Rembang, PJOK PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten Rembang, UPK PNPM Mandiri Perdesaan dari Kecamatan Wonosalam Kab. Demak, Fasilitator PNPM serta tamu undangan.
Dinas Sosial Prop Jateng Kucurkan 2 Milyar Bagi KK Miskin di Kabupaten Rembang
Dinas Sosial Propinsi Jawa tengah pada Program Pemberdayaan fakir miskin (P2FM) di kabupaten Rembang tahun 2009 ini mengucurkan anggaran sebesar Rp 2 Milyar bagi 1.000 KK miskin. Semuanya merupakan wargamiskin yang tergabung dalam 100 kelompok usaha bersama (KUBE) di wilayah kecamatan Kaliori dan Bulu. Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Rembang, Pandu Marhaendra Bhakti Prasetya pada acara pemantapan KUBE di balai desa Babadan kecamatan Kaliori belum lama ini.
Pandu menyebutkan, program P2FM merupakan upaya untuk mengentaskan masyarakat miskin dari keterpurukan ekonomi. Dana yang dibagikan bagi kelompok nantinyadiperuntukkan usaha ekonomi produktif seperti penggemukan sapi, peternakan sapi, maupun peternakan kambing. Pencairan Program P2FM kabupaten Rembang bagi 1000 KK di wilayah kecamatan kaliori dan Bulu rencananya akan dicairkan pada bulan Oktober mendatang. “Dana sifatnya bergulir, setelah dikelola satu kelompok, selanjutnya harus diberikan kepada kelompok KUBE lainnya,”kilahnya..
Sementara itu Kepala Seksi Pemberdayaan Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah Wibowoyang hadirpada kegiatan tersebut mengungkapkan, sebelumnya pada tahun 2008 kabupaten Rembang juga mendapatkan program pemberdayaan masyarakat miskin bagi 400 KK miskin di kecamatan Sulang dan kecamatan Sumber. Sehingga pada tahun ini diberikan pada dua kecamatan lain yang mempunyai warga miskin banyak yang memenuhi kriteria menerima bantuan yakni kecamatan Bulu dan Kaliori.
Bengkok Sekdes Harus Dikembalikan
Sekertaris Desa yang telah diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil harus mengembalikan tanah bengkok. Ini mengacu pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900/1303/SJ tanggal 16 April 2009 Perihal Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa di Seluruh Indonesia, dimana dinyatakan bahwa Sekretaris Desa ketika SK Pengangkatan menjadi PNS sudah diterima maka terhitung sejak Surat Perintah Melaksanakan Tugas (SPMT) secara otomatis penerimaan penghasilan tetap dari tanah bengkok diberhentikan. Demikan ditegaskan Sekretaris Daerah kabupaten Rembang, Hamzah Fatoni SH MKn.
Menurut Hamzah fatoni, pengembalian tanah bengkok bagi Sekdes PNS juga diatur dalam Peraturan Bupati Rembang Nomor 25 Tahun 2009. Keterangan ini juga sekaligus sebagai tanggapan pernyataan salah satu Sekdes di kecamatan Sulang, Budi Purwanto bahwa Perbup Nomor 25 terlalu dipaksakan dan diduga cacat hukum.
Hamzah Fatoni mengatakan, Perbup Nomor 25 Tahun 2009 tidak cacat hukum baik dilihat dari prosedur pembuatannya maupun substansinya. “Bagi yang meragukannya kami persilahkan menguji secara material Perbup yang dimaksud,”cetusnya.
Kepada beberapa Sekdes PNS yang belum bersedia mengembalikan tanah bengkok, Hamzah Fatoni menghimbau untuk segera mengembalikannya. Karena Sekdes PNS terikat dengan PP No 30 Tahun1980 Tentang Peraturan Disiplin PNS. “Mereka yang tidak mau mengembalikan bisa dikenai pasal pelanggaran disiplin PNS, namun diharapkan secara sadar mereka segera memenuhi ketentuan sehingga tidak ada dampak hukum,”tambahnya.
Selanjutnya status tanah bengkok tesebut menjadi kekayaan desa dan dikelola oleh Pemerintah Desa guna mendukung penyelenggaraan pemerintah desa.
Ratusan barang kadaluwarsa disita dan dimusnahkan
Menjelang Hari Raya Idul Fitri, Tim gabungan dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Dinas Kesehatan, Satuan Polisi pamong Praja, Badan Ketahanan Pangan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) mulai tanggal 7 - 14 September melakukan operasi makanan dan minuman kadaluwarsa di sejumlah pertokoan dan pasar tradisional. Tim dibagi 3 kelompok, secara terjadwal mengadakan razia di tiap kecamatan sesuai dengan jadwal yang disusun.
Kepala DKK Rembang Sutedjo melalui Kabid Farmasi, Makanan dan Minuman Eni Hindarti menjelaskan, operasi rutin dilakukan oleh tim guna mengawasi peredaran makanan dan minuman kadaluwarsa yang masih tetap dijual menjelang hari raya iedul firtri. Menurutnya meski tiap tahun dilakukan razia nampaknya para pedagang masih tidak jera juga.
“Ini terbukti masih ditemukannya makanan dan minuman kadaluwarsa yang masih beredar di pasaran,”ungkapnya.
Eni menyebutkan, saat tim menemukan makanan kadaluwarsa hanya melsakukan tindakan persuasif. Pedagang diperingatkan, temuan barang kadaluwarsa disita atau dimusnahkan ditempat.
“Langkah ini diambil karena saat razia yang dilakukan tahun lalu barang sitaan dikembalikan ke distributor ternyata tidak dimusnahkan. Justru diganti kemasan baru diedarkan kembali, oleh karena itu tim terpaksa berlaku tegas, memusnahkan barang sitaan,”tukasnya. Ditambahkan oleh Eni, hingga operasi berakhir ditemukan ratusan makanan, minuman dan bahan pakan kadaluwarsa masih beredar di pasaran. Tentunya hal tersebut sangat membahayakan masyarakat yang kurang jeli dalam membeli produk-produk tersebut.
Pemudik berkurang, pendapatan kru Bus susut drastis
Jumlah pemudik tahun ini yang menumpang angkutan umum bus baik antar kota dalam propinsi (AKDP) maupun antar kota antar propinsi (AKAP) ternyata jauh berkurang dibanding tahun sebelumnya. Imbasnya, pengusaha bus menarik pulang armadanya yang terlanjur dikeluarkan karena sepinya penumpang.
Para kru bus sendiri mengeluhkan turunnya jumlah penumpang karena pendapatan yang diharapkan meningkat justru turun drastis. Seperti yang disebutkan Sugiarto, kru bus Sinar Mandiri Mulia Jurusan Surabaya-Semarang. Turunnya jumlah penumpang cukup signifikan, hingga 40 %.
“Ini saya perkirakan karena faktor kesulitan ekonomi, menyebabkan masyarakat banyak yang tidak mudik pada lebaran tahun ini,”ungkap Sugiarto.
Sementara itu, Kasturi dan Subiyanto staff Dinas Perhubungan di terminal Rembang menjelaskan, dari 38 unit bus AKDP-50 bus AKAP dan 55 bus pedesaan, yang masuk terminal Rembang, selama arus mudik dan balik ternyata tidak ada separuhnya.
“Interval antar bus pada hari biasa sekitar lima menit saat mudik dan balik mencapai 10 menit. Ini menjadikan penumpang menumpuk di terminal,”jelas mereka ber-dua..
”Lomban harus mendapat perhatian khusus”
Saat membuka kegiatan pesta tradisi kupatan di halaman Dampo Awang Beach Tempat Rekreasi Pantai Kartini (DABTRPK), Bupati Rembang H Moch Salim mengingatkan panitia penyelenggara agar serius mengelola kegiatan pesiar laut atau biasa disebut lomban. kegiatan wisata laut mengitari gugusan pulau karang di perairan Rembang tersebut penuh resiko dan rawan kecelakaan. “Sehingga harus diupayakan seminim mungkin adanya kecelakaan,”pesannya.
H Moch Salim selanjutnya menghimbau SKPD terkait agar ke depan tempat wisata yang selama ini mangkrak harus dioptimalkan. Dikelola secara serius menggandeng pihak ke-tiga dengan agenda kegiatan terjadwal.
“Sehingga menambah keaneka ragaman perayan tradisi kupatan yang digemari selain oleh warga Rembang sendiri juga dari luar kota,”sebutnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayan-Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, Sadono, dalam laporannya antara lain menyampaikan sebagai antisipasi kepadatan pengunjung tradisi kupatan tahun ini pihaknya mengurangi jumlah kaveling hingga 50 % “Dibanding perayaan tahun lalu, dari 700-an menjadi 300 kapling baik yang berada di dalam dan halaman parkir DABTRPK serta jalan Kartini. Barang dagangan meliputi hasil kerajinan, produk UKM dan IKM, busana, jasa boga dan lainnya,”terangnya.
Usai membuka secara resmi tradisi kupatan, Bupati Rembang didampingi Muspida/ dan undangan lainnya berkeliling di DABTRPK, melihat stand dan menyapa beberapa penjual dan pembeli.
Tak tolerir keberadaan 3P
Selama berlangsungnya perayan tradisi kupatan, pengelola Dampo Awang Beach Taman Rekreasi Pantai Kartini (DABTRPK) berusaha membuat pengunjung merasa aman dan senyaman mungkin. Selain lokasi wisata terus diupayakan bersih, keberadaan pemabuk, pengemis dan pengamen (3P) juga tidak ditolerir.
Pengelola DABTRPK, Sriyono, menyebutkan untuk mengantisipasi lokasi wisata bebas dari 3P pihaknya menggandeng jajaran Kodim 0720/Rembang sebagai tim keamanan dan mengamankan perayaan tradisi kupatan. “Tim bertugas sejak DABTRPK buka hingga tutup,”sergahnya.
Terpisah, Komandan Kodim 0720/Rembang Letkol Inf. Djoko Nugroho menjelaskan, pihaknya telah menginstruksikan anak buahnya bila dalam menangani 3P menggunakan metode persuasif. “Diberi peringatan secara halus dan diupayakan menyingkir dari lokasi DABTRPK,”cetusnya.
Menurut Dandim Rembang, selama ini keberadaan 3P sering dikeluhkan pengunjung sehingga pada perayaan tradisi kupatan tahun ini mendapat perhatian serius dari pengelola DABTRPK. Karena seiring dengan bertambahnya wahana hiburan diharapkan menarik perhatian calon pengunjung datang ke lokasi wisata kebanggan warga Rembang.
“Sehingga pengunjung dapat menikmati aneka hiburan dengan rasa aman dan nyaman tanpa adanya gangguan dari para pengamen, pengemis dan pemabuk,tandasnya.
Puncak kupatan dihadiri puluhan ribu orang
Tradisi kupatan dan larung kapal sedekah laut kegiatan sedekah bumi desa Tasikagung dan sekitarnya seolah seperti magnet berkekuatan tinggi. Dalam hitungan jam mampu menyedot puluhan ribu orang datang ke DABTRPK dan pantai desa Tasikagung, menyaksikan agenda tahunan sepekan setelah berlangsungnya hari raya Iedul Fitri. Sesaat sebelum kapal berisi sesaji dilarung, dikirab menyusuri wilayah desa setempat.
Puluhan ribu orang berdiri berjejer di pinggir jalan desa dan jalan Diponegoro rute yang dilalui kirab kapal sesaji. Aneka atribut dan seni tradisonal ikut tampil menjadi hiburan tersendiri bagi warga Rembang dan sekitarnya yang sejak pagi mencari posisi ingin menyaksikan prosesi kirab dan larung kapal.
Sesaat sebelum melepas rombongan melakukan kirab, Bupati Rembang, H Moch Salim berpesan ke-depan nanti agar tradisi kupatan dan larung kapal sesaji menjadi icon wisata Rembang pasca perayaan hari raya Idul Fitri.
“Saya instruksikan Dinas Pariwisata dan Dinas Perikanan dan kelautan agar bekerja sama menata kawasan pesisir, memberdayakan pulau-pulau kecil sebagai wisata laut,”pesannya.
Khusus untuk sedekah laut dan bumi desa Tasik agung/ selain larung kapal sesaji/ panitia mengagendakan aneka hiburan secara gratis kepada warga Rembang, seperti keseniam tradisonal barongan dan reog, musik dangdut, lomba nyanyi karaoke serta lomba makan gratis berhadiah.
Terpisah, Kepala Desa Tasikagung, Supolo mengatakan tasyakuran sedekah laut dan bumi membuat para nelayan melupakan sejenak segala beban hidup, terutama untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. “Mereka ingin menunjukkan, susah atau senang, manusia harus tetap bersyukur,"katanya.
Menurut Supolo, biaya penyelenggaraan perayaan tahun ini sebesar Rp 340 juta, diperoleh dari bantuan sejumlah donatur dan uang yang mereka kumpulkan secara patungan, Rp 100.000/kapal setiap kali mendarat ke Pelabuhan Pendaratan Ikan Tasikagung.
Peraturan patungan tersebut dikhususkan bagi nelayan kapal tangkap ikan muatan besar, jenis cantrang, milik warga desa Tasikagung. “Saat ini, kapal yang dikelola sejumlah juragan tersebut berjumlah 85 unit,”jelasnya.
Ditambahkan oleh Supolo, biaya tasyakuran tahun ini lebih murah ketimbang biaya tasyakuran pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp 400 juta. Alasannya, jumlah uang patungan para nelayan lebih sedikit lantaran hasil tangkapan nelayan pada tahun ini turun.
"Pada 2008, satu kapal nelayan membawa pulang hampir 70 ton ikan per kapal. Namun, pada 2009, rata-rata hanya 60 ton ikan per kapal. Penyebabnya adalah nelayan terkendala surat izin melaut dan menangkap ikan, larangan menggunakan sejumlah jaring, dan cuaca,"ungkapnya.
Tradisi Tawuran Sega, Saling Lempar Nasi Berharap Berkah
Pundhen desa Pelemsari kecamatan Sumber yang dikelilingi areal sawah yang hampir kering pada hari itu terlihat beberapa pemuda desa menghamparkan selembar deklit biru tepat di bawah pohon jati besar yang tumbuh sendirian di kawasan yang dianggap sakral oleh warga setempat.
Kemudian satu per satu perempuan desa keluar dari rumah membawa satu bakul nasi, dumbeg, sebungkus ketan dan tape. Barang bawaan dikumpulkan oleh pemuda pemuda dalam dua buah karung, sedangkan satu bakul nasi ditumpahkan di atas deklit.
Sluruh perempuan desa di desa yang dihuni 422 KK semua telah mengumpulkan nasi di atas deklit dan Kepala Desa (Kades) Pelemsari Surento taklama kemudian menggelar doa sejenak di sumur dekat tanah punden. Begitu ada tanda-tanda kades menggelar doa, puluhan pemuda langsung menyerbu nasi yang sudah mengunung di atas deklit.
Setelah berhasil menggengam nasi, pemuda-pemuda itu langsung melemparkan nasi ke tubuh teman mereka yang juga tengah berusaha untuk meraih nasi yang ditumpuk di deklit. Setengah jam aksi saling lempar nasi pun terjadi di tanah punden yang dikeramatkan itu dan baru berakhir manakala nasi diatas deklit telah habis.
Tradisi tawuran sega, merupakan ritual tahunan yang digelar warga desa Pelemsari. Mereka tak ada yang tahu mengnapa harus saling melemparkan nasi ke tubuh temannya. Hanya saja, salah satu sesepuh desa Sumangat alias Mbah Dongkol (64) mengutarakan, warga mempercayai tradisi tawuran sega bisa menghindarkan desa dari segala macam kesusahan.
Dia menerangkan, tahun 1955 warga desa sempat sekali lupa menggelar tawuran sega. ”Pada tahun itu juga, seluruh sawah yang ada di desa gagal panen. Padahal desa tetangga sebelah semua panen,”jelasnya.
Dipaparkannya, nasi bekas tawuran yang berceceran ditanah dianggap sebagai sebuah berkah oleh warga. ”Nasi yang sudah berceceran di tanah digunakan untuk makanan ternak. Warga percaya ternak yang makan nasi sisa tawuran itu akan dijauhkan dari penyakit,”ungkap Mbah Dongkol.
Ditambahkannya, tawuran sego merupakan tradisi ratusan tahun yang dilaksanakan secara turun-temurun tiap satu tahun sekali dalam rangka sedekah bumi. ”Tawur Sega sesuai tradisi dilaksanakan bersamaan dengan sedekah bumi setelah panen,”paparnya.
Wardi, salah satu warga desa Pelemsari menjelaskan, tidak ada rasa sakit hati atau dendam dari peserta tawuran itu. Justru sebaliknya, warga sangat bersemangat setelah mengikuti acara tersebut. ”Kita merasa sangat senang. Setelah saling tawur nasi, kami justru tambah akrab,”kilahnya.
Menurut rencana, pihak kecamatan Sumber akan lebih memberdayakan tradisi tersebut sebagai aset wisata. Camat Sumber, Ir Dwi Purwanto yang hadir dalam acara itu mengutarakan tahun depan pihaknya akan lebih menata tradisi itu agar lebih bernilai budaya. “Dengan demikian kami harapkan mampu menarik pengunjung dari luar daerah,”cetusnya.
Kabupaten Rembang Terima Bagi Hasil Cukai Rp 2,7 M
Data dari Dinas Perkebunan Propinsi Jawa tengah,dari 3.961 industri rokok nasional 1.802 diantaranya terdapat di jateng. Pada tahun 2008 penghasilan negara atas cukai mencapai Rp 44 tyrilyun, tahun 2009 ditarget naik menjadi Rp 46 trilyun dan tahun 2010 ditarget sekitar Rp 50 trilyun. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.07/2009, untuk kabupaten Kota di Jawa tengahtermasuk Rembang menerima alokasi dana bagi hasil atas cukai. Hanya saja niominal yang diterima masing-masing kabupaten/ kota nilainya tidak sama. Hal tersebut disampaikan Kepala Bagian Dokumentasi Sosialisasi Hukum Setda propinsi Jawa tengah, Sukarim SH pada sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang cukai di Balai Kartini,Selasa (11/8).
Menurut Sukarmin, kabupaten Rembang dalam alokasi dana bagi hasil cukai menerima Rp 2,5 milyar. Dana bagi hasil ini tergolong kecil dibandingkan kabupaten kota lain di Jateng, sementara kabupaten Kudus memperoleh pailng banyak yaitu Rp 70,8 milyar.
Sukarmin lebih lanjut menyebutkan, sebelumnya ada 5 propinsi yang menerima dana bagi ahsil cukai yakni Sumatera barat, Jawa barat, Jawa tengah, DIY dan Jawa timur. Namun dalam perkembangannya atas gugatan gubernur NTB tentang dana bagi hasil cukai termasuk daerah penghasil tembakau harus mendapatkan, maka pada tahun 2010 jumlah penerima bertambah menjadi 14 propinsi.
Dipaparkan oleh Sukarmin, dari data yang ada diDinas KesehatanPropinsi Jateng, konsumsi rokok per tahun tingkat dunia, tertinggi yakni negara China sekitar 1,786 trilyun batang, disusul AS-Rusia-Jepang-Indonesia-Jerman-Turki-Brazilia-Italia dan Spanyol.
Adapun skala nasional, tertinggi propinsi Gorontalo-Jawa barat-Lampung-Sumatera barat-Bengkulu-Banten-Sumatera selatan-Sulawesi tengah-Riau dan NTB.
Kabag Hukum Setda Rembang, Agus Salim saat ditemui menjelaskan, sosialisasi perundang undangan tentang cukai diikuti SKPD terkait, aparat penegak hukum, LSM, tokoh masyarakat, perguruan tinggi, pedagang, distributor dan pengusaha rokok. Menghadirkan nara sumber dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kantor Wilayah Jawa tengah dan DIY, Kepolisian Daerah Jawa tengah, Biro Hukum Setda Propinsi Jawa tengah, Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jatengah serta Perguruan Tinggi.
Setahun Lebih Pengepul Rajungan Alih Komoditi
Saat krisis global melanda dunia hingga sekarang berjalan satu tahun lebih cukup berpengaruh pada para pengepul rajungan. Selain ekspor sempat macet total, sekarang permintaan dari relasi di luar negeri juga tidak didukung harga yang memadai. Sempat para pengepul berpikir berhenti usaha, namun mereka memutuskan harus tetap eksis karena tempat usahanya menjadi gantungan hidup karyawan yang telah setia puluhan tahun bekerja kepada mereka.
Dimas Gautama (47th), warga desa Sumberjo kecamatan Rembang kota, salah seorang pengepul rajungan menyebutkan, meski saat ini sudah ada relasi yang meminta kiriman rajungan namun harga yang ditawarkan jauh dibanding sebelum krisis. Dahulu rajungan kupas mereka jual per kilo seharga Rp 180-200 ribu, sekarang hanya dipatok Rp 150 ribu.
Menurut Dimas, andaikata dia memaksakan memenuhi permintaan tersebut justru akan mengalami rugi. Karena beberapa bulan terakhir ini di perairan Rembang dan sekitarnya hanya dijumpai rajungan kecil-kecil, satu kilogram isi 16 ekor itupun hanya tersedia sekitar 5-6 kwintal. ”Jauh dari kebutuhan perusahan kita sekitar 7-8 ton/bulan itupun yang size 6-8 ekor/kg,”ujarnya.
Meski harga beli bahan baku rajungan size 16 lebih murah hanya Rp 30 ribu dibanding size 6-8 seharga Rp 50 ribu, namun perusahaan harus mengeluarkan biaya operasional lebih dari semetinya karena jumlah rajungan yang dkupas juga lebih banyak. ”Terpaksa permintan kami tolak,”tegasnya.
Memenuhi keinginan agar tidak mem-PHK karyawan, diputuskan alih komoditi hasil laut lain yakni teri nasi. Tetapi baru sekitar dua bulan usaha baru dijalani kembali terkendala oleh bahan baku. Hingga akhirnya beralih pada produksi gereh pindang. ”Perusahaan membangun jaringan relasi baru dan untungnya permintaan pasar cukup tinggi,”imbuhnya.
Saat ini sedikitnya setiap bulan dikirim 5 kwintal gereh pindang ke daerah Sumatera dan Kalimantan. Satu pak ukuran 5 kilogram dibanderol harga Rp 60 ribu. ”Berkat alih usaha inilah kami dan karyawan sedikit bernapas lega, karena sama-sama dapat mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing,”tandasnya.
Yayasan Danamon Bantu Mengolah Sampah Pasar Menjadi Kompos
Ketua Umum Yayasan Danamon Peduli, Risa Bhinekawati mengemukakan, dalam dua tahun terakhir, pihaknya membantu program pengolahan sampah pasar tradisional menjadi pupuk organik atau kompos berkualitas tinggi di 31 kabupaten/kota di Jawa, Sumatra dan Sulawesi. Di Jateng sendiri meliputi Rembang, Sragen, Jepara, Semarang dan Kabupaten Grobogan. Bantuan itu berbentuk pelatihan manajemen, desain proyek, bangunan, operasional pembuatan kompos, modal kerja selama satu bulan, uji laboratorium, pemantauan dan evaluasi. “Tahun 2008-2009, kami menginventasikan dana sekitar Rp 4,7 miliar untuk merealisasikan bantuan proyek pengolahan sampah pasar tradisional menjadi pupuk organik atau kompos berkualitas tinggi. Investasi sosial tersebut kami anggap cukup strategis. Karena selain membantu secara signifikan mengatasi persoalan sampah pasar tradisonal, juga dalam rangka penyediaan pupuk organik bagi para petani,” ujar Risa dalam pers realease bersamaam dengan penyerahan proyek pembuatan kompos di Desa Sumberjo, Rembang, Kota, Selasa (28/7).
Risa selaku Ketua Umum Yayasan Danamon Peduli menyerahkan proyek tersebut kepada Bupati Rembang HM Salim. Kapasatas mesin pengolahan kompos Sumberjo Rembang yang diserahkan itu mencapai 1,1 ton/hari. Bahan baku utamanya adalah sampah pasar induk Rembang Kota. Sedang investasi proyek itu mencapai Rp 114 juta lebih. “Kami berharap Pemkab Rembang menjaga kesinambungan proyek ini, baik dalam penyediaan tenaga, bahan baku maupun pemasaran produksi, sehingga benar-benar bisa membantu petani,” ujar Risa.
Dijelaskannya, pupuk kompos berbahan baku sampah pasar sudah di uji di laboratorium Pertanian Bogor, sehingga kualitasnya bisa dipertanggungjawabkan. Yang terpenting sekarang adalah, merubah paradigma dan perilaku para petani dalam menggunakan pupuk. Selana ini para oetani masih sxangat fanatik menggunakan pupuk nonorganik atau urea. Pada hal penggunaan pupuk jenis itu secara terus-menerus bisa berakibat kurang baik terhadap tanah dan produktivitas pertanian. “Karenanya kita semua tidak boleh bosen-bosen melakukan sosialisasi penggunaan pupuk organik kepada masyarakat,”cetusnya.
Bupati Rembang HM Salim pada kesempatan yang sama menyambnut gembira program bantuan dari Yayasan Danamon Peduli tersebut. Saat itu juga dia minta kepada jajaran Pertanian dan DPUK untuk membantu sepenuhnya agar proyek ini berjalan dengan baik. ”Saya minta pak Ratmin dari Pertanian pak Muyoko dari PUK untuk membantu kelangsungan proyek ini. Selain itu jangan bosan-bosannya melakukan sosialisasi mengenai pentingnya penggunaan pupuk organik,”sebut HM Salim.
Dia mengatakan, selama ini para petani selalu bengok-bengok kekurangan pupuk. ”Yang kurang itu pupuk yang mana. Pada hal sekarang banyak alternatif pupuk untuk bisa dipergunakan memupuk tanaman baik padi maupun polowijo. Para petani hendaknya sadar bahwa penggunaan pupuk nonorganik seperti urea, lama kelamaan akan merusak tanah dan mengurangi produktifitas,” ujarnya.
Berjalan 2 Kilometer Untuk Air Bersih Satu Jun
Musim kemarau ini jelas berdampak pada menurunnya debit air seluruh sumber mata air di manapun berada. Tak kecuali di desa Ngargomulyo yang terletak di pucuk gugusan pegungungan Lasem. Sendang Ngeblek satu-satunya sumber mata air desa setempat di musim kemarau ini debit air menyusut lebih dari 60 %.
Bagi warga yang tinggal di pedukuhan sejajar dengan sumber Ngeblek bukan masalah karena jarak rumahnya dekat, sehingga cukup berjalan ratusan meter guna mengambil air untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun bagi yang tinggal di pedukuhan lereng bukit desa setempat, setidaknya harus berjalan 2 kilometer untuk mendapatkan air bersih. Itupun dilakukan diluar musim kemarau.
Misnah, wanita lansia umur 67 tahun bersama 6 lansia sebayanya yang tingal di pedukuhan atas lereng bukit desa Ngargomulyo menuturkan, untuk memenuhi kebutuhan minum dan memasak harus dicukupinya dari mengambil air bersih di sendang Ngeblek. ”Mendet toya sampun kulo lampahi wiwit umur wolung tahun. Mendetke toya kangge masak emak, lha sakniki kulo nggee piyambak,”terang Misnah yang tak bisa berbahasa Indonesia itu.
Terpisah, sesepuh desa Ngargomulyo, Samudi (91 th) menjelaskan, keberadaan sendang Ngeblek diperkirakan berusia ratusan tahun. Karena waktu kakeknya kecil, sumber mata air tersebut menjadi tempat mandi-mencuci dan diambil airnya untuk kebutuhan hidup sehari-hari. ”Umure sendang kok kadose atusan taun. Jaman mbah buyut kulo taksih gesang, adus, umbah-umbah kalih ngangsu toya ngeeeh saking mriku,”ungkap Samudi dalam bahasa Jawa medhok
Saat desa Ngargomulyo menjadi sasaran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Program Pengentasan kemiskinan Perkotaan (PNPM-P2KP), atas persetujuan berasama, mayoritas dana digunakan untuk membeli pompa air dan membangun bak tandon di 3 dari 4 pedukuhan yang ada di desa Ngargomulyo. Distribusi air dijadwal sesuai jam dan alokasi masing-masing penerima. Tiap warga mendapat jatah 1 jerigen isi 20 liter untuk kebutuhan 2 hari.
Namun sayang untuk warga yang tinggal di pedukuhan atas lereng bukit desa Ngargomulyo tidak dapat menikmati sistem tersebut karena air tak mampu dialirkan, sehingga mereka tetap harus jalan kaki sepanjang 2 kilometer untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari.
Pasaran Lesu, Pengrajin Genteng Hemat Biaya Hidup
Sekitar 2 tahun terakhir pengrajin genteng di desa Karang asem kecamatan Bulu harus mensiasati hidup dengan cara berhemat. Mereka terkadang hanya makan 2 kali sehari bahkan banyak pula yang mengalihkan makanan pokok dari beras ke ubi-ubian. Hal itu dipicu lesunya pasar sehingga produk mereka hanya menumpuk di gudang, sedangkan biaya opersional hingga jutaan rupiah telah dikeluarkan.
Sardiyanto (48 th) warga RT 1-RW 1 desa Karang asem salah satu pengrajin menuturkan, dia dan teman-temannya sesama pengrajin tidak dapat berbuat mengatasi berkurangnya permintaan kiriman genteng. Sebagai solusinya mereka terpaksa menjual genteng kepada para pengepul meski dibayar dibawah harga pasaran.
Ketika disinggung untuk alih profesi, suami Suwati itu menjawab, para pengrajin kebanyakan tidak memilki lahan pertanian, selain itu mereka sejak kecil hanya mengenal pekerjaan memprroduksi genteng sehingga merasa percuma berganti pekerjaan karena juga tidak akan mendapat hasil berlebih. “Rata-rata pengarjin tidak punya lahan pertanuian. Bila berganti pekerjaan tanggung karena modal sudah terlanjur kami gelontorkan untuk membuat genteng dan bekerja lain juga belum tentu mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup,”ungkap ayah dua anak itu.
Sementara itu Aris salah satu pemilik usaha rumahan genteng ‘UD Wijaya Putra’ berdomisili di desa yang sama menerangkan, berdasar pertimbangan kemanusaiaan, banyak pemilik usaha yang kemudian memberlakukan sistem kerja baru dengan cara kontrak. “Tenaga kerja yang semula dibayar bulanan akhirnya diberi keleluasaan mengelola usaha dengan sistem sewa,”sebutnya.
Para pekerja yang kemudian menggabungkan modal, mengontrak lahan, alat pres dan tobong pembakar. Tiap membakar 1.000 biji genteng ditarik ongkos Rp 40.000 dan biasanya proses pembakaran genteng dilakukan apabila jumlahnya telah mencapai 10.000 biji dengan rentang waktu dikerjakan selama 3 bulan.
Untuk harga genteng sendiri di pasaran saat ini cenderung turun. Jenis kodokan jumlah 1.000 biji semula Rp 400 ribu menjadi Rp 365 ribu, jenis mantili dari Rp 450 ribu menjadi 400 ribu dan garuda dari Rp 500 ribu menjadi Rp 425 ribu.
Para pengrajin sendiri mengaku mengeluarkan uang cukup banyak untuk menutup kebutuhan usaha dan hidup sehari-hari. Untuk membakar 10.000 biji genteng campuran 3 jenis dikeluarkan biaya sekitar Rp 1,5 juta. Biaya hidup sehari-hari (makan, transportasi sekolah anak, dll) mencapai Rp 900 ribu Dalam 1 bulan, hasil produksi paling banyak laku 3 ribu (campuran), dahulu mencapai 5 ribu-an.