Sabtu, 28 November 2009

Meniru Gaya Minimarket, Kenapa Tidak?

Tahun 2009 ini mungkin tahun yang pahit bagi bisnis toko kelontong atau peritel di kampong-kampung. Sejak merebaknya minimarket yang menyebar di jalur-jalur strategis di segala penjuru kota Rembang, mau tidak mau membuat pelanggan toko kelontong di kampong-kampung menjadi berkurang pelanggannya.
Perilaku masyarakat terhadap belanja yang sifatnya konsumtif memang tidak bisa diduga. Jauh-jauh sudah akrab dengan toko kelontong yang berbaur di masyarakat bisa dengan diam-diam ‘ditelikung’ untuk ‘menjajal’ belanja di minimarket. Sikap seperti ini memang tidak salah. Watak manusia yang selalu ingin mencoba-coba tidak bisa dipungkiri lagi. Dan psikologi seperti ini sudah dipahami betul dengan peritel yang bergerak ala minimarket yang tidak bisa disebutkan namanya disini. Maka jangan heran, begitu peritel ala franschise ini berdiri, dengan gencarnya menyebarkan brosur-brosur yang berisi produk dengan harga yang terbilang miring, atau setidaknya sama dengan yang ada di kampong-kampung plus hadiah menarik. Menggenjor hadiah ini tidak hanya sekali dua kali. Setiap moment penting terutama berbau keagamaan akan selalu dibarengi dengan iming-iming hadiah. Entah itu hari raya Idul Fitri atau Natalan.
Yang membuat pelanggan balik lagi tidak semata ketika ada iming-iming itu. Ada factor kenyamanan yang secara diam-diam mengambil hati pelanggan. Hal inilah yang terus akan diingat oleh pelanggan. Kenapa mereka nyaman? Bisa jadi karena mereka jarang balik karena barang yang dibutuhkan selalu tersedia. Minimarket buka paling pagi dan tutup paling malam sehingga di hati pelanggan selalu memikat. Penataan ruangan yang apik dan teratur. Lampu penerangan yang memadai dan tidak bikin mata sepat. Kebersihan yang selalu dijaga. Tempat parker yang cukup, dll.
Harapannya adalah, begitu masyarakat yang mulai mencoba-coba ini merasa cocok, maka secara tidak sadar untuk mengulang. Jika pengulangan itu berkali-kali, jadilah pelanggan setia. Akibatnya toko-toko milik saudaranya di kampong terpaksa gigit jari.
Marah dengan maraknya peritel kaya dari ibukota tentunya tidaklah bijak. Bagaimana jika ditiru saja gaya dan penampilan mereka? Siapa tahu ada gunanya. Dibawah ini kurang lebihnya keunggulan minimarket yang sedikit banyak bisa ditiru.
1. Lengkap. Tampaknya saran ini mudah namun tidak semua orang bisa. Untuk bisa lengkap seperti minimarket yang modalnya raksasa tentu tidak mudah. Namun setidaknya lengkap disini menurut kadar kemampuan dan disesuaikan dengan lingkungan. Lingkungan kampung kenapa gula mesti tidak tersedia karena alasan habis? Buatlah warga sekitar toko kebutuhannya tercukupi. Misalnya beras, gula, minyak goreng, minyak tanah (sekarang elpiji), minyak kayu putih, bedak bayi, jajan anak-anak, dan lain-lain. Kiranya toko lebih tahu akan kebutuhan lingkungannya
2. Praktis. Kepraktisan disini barometernya adalah pelanggan bukan pemilik toko. Kemasan gula 1 kg mungkin lebih praktis daripada mengemasi ¼ kg. Tapi bagaimana jika pelanggan menghendaki yang ¼, bukan yang 1 Kg? Toko yang malas mengemasi gula kecil-kecil cenderung dijauhi pelanggan. Andaikan ada dua toko, yang satu dekat tapi malas sehingga hanya mengemasi 1 kg gula, sedangkan toko yang agak jauh siap dengan gula ¼ kg. Bisa dipastikan pelanggan lebih senang yang lebih jauh tapi siap dengan kemasan kecil. Begitu pula dengan minyak goreng. Praktisnya dikemasi dulu, dari yang ukuran besar hingga kecil. Demikian pula dengan barang-barang yang lain. Di minimarket, hampir tidak ada barang yang ketika membeli mesti harus nimbang dulu.
3. Penataan yang baik. Penataan di minimarket biasanya dengan lajur yang mudah untuk lewat dan memilih barang. Terkadang kita mendapati toko tetangga dengan penataan yang malang melintang dan semrawut.
4. Selalu buka. Manajemen pemasaran dimanapun selalu menekankan yang satu ini. Jangan sampai pelanggan menjadikan toko langganannya kadang ada kadang tidak karena sering tutup. Atau buka kesiangan, tutup lebih cepat. Jika ada pilihan, pelanggan akan mudah lari karena jengah dan kecewa.
5. Pelayanan yang baik. Pemilik toko yang ogah-ogahan melayani pelanggan jadi pemicu yang paling tidak menyenangkan bagi pelanggan untuk mau kembali lagi. Pelanggan bisa kapok dengan sikap yang tidak ‘nguwongke’ ini.
6. Penerangan memadai. Penerangan bisa mempengaruhi suasana hati pelanggan. Jika terang benderang suasana pemilik toko dan pelanggan terang, biasanya suasana hati bisa menjadi terang dan senang. Kesan gelap dari pertama masuk, menjadikan pelanggan hatinya sumpek karena sudah merasa tidak nyaman dari awal.
7. Tempat parkir yang memadai. Hampir tidak ada minimarket yang tidak menyediakan parkir luas, gratis pula. Parkir yang sempit, apalagi di jalan trotoar yang membayar menjadikan harga barang yang dibeli menjadi lebih mahal. Karena ada tambahan ongkos parkir. Parkir gratis walaupun hanya beberapa rupiah menjadi pertimbangan tersendiri bagi pelanggan, karena ini menyangkut kenyamanan.

Masih banyak sebenarnya pelajaran yang bisa diambil dari minimarket. Silahkan cari sendiri.

Tidak ada komentar: