Sabtu, 28 November 2009

Rumah Joglo Dilestarikan Desa Pondokrejo


Disaat budaya dan adat Jawa semakin ditinggalkan, ternyata masih ada sebuah masyarakat desa yang peduli untuk nguri nguri rumah adat Jawa. Sebuah desa terpencil diatas bukit di desa Pondokrejo Bulu, yang kanan kirinya dikelilingi hutan jati.
Dari kejauhan nampak Rumah adat khas orang Jawa ini berjejer rapi, berderet deret seperti antrian kendaraan roda empat. Ciri khas rumah warga desa Pondokrejo kelihatan sekali, ketika semakin didekati. Dari tiang (soko), kuda kuda, usuk, reng, papan (gebyok) semua terbuat dari kayu jati.Menurut salah satu sesepuh di desa itu, M. Soim seorang mantan Lurah mengatakan bahwa warga Pondokrejo sejak zaman dulu selalu membuat rumah Joglo.
“ Rikala kula taksih alit, ugi jamane mbah lan buyut kula , sampun damel griya Joglo mas” katanya kepada Pantura Pos.
Bahkan menurutnya, warga pondokrejo tidak merasa membuat rumah andai belum membuat rumah Joglo.
“ Tiyang mriki dereng marem damel griya menawi dereng damel griya Joglo mas” ujarnya.
Dilain kesempatan Kades Pondokrejo Edi Subowo mengatakan, warganya seolah olah belum merasa punya rumah bila tidak membuat rumah joglo, meskipun hanya mampu membuat ukuran yang paling kecil. Sebab membuat rumah joglo ukuran bear sangat mahal sekarang ini, dapat menelan biaya diatas 40 juta. Menurutnya meski sekarang banyak pembeli rumah rumah joglo, tetapi warganya hampir tidak ada yang menjualnya.
“ Menawi wonten ingkang nyade griya joglo, biasane kepepet masalah artho, napa malih griya joglo gampang nyadene. Tapi menawi mboten kepepet, biasane mboten disade griyane.
Punapa malih ekonomi warga Pondokrejo soyo suwe tambah sae, soale kathah program ingkang diterapke saking Pemkab Rembang kados pelatihan usaha kecil dan menengah, pertanian, perkebunan lan liyane.“ Kata Kades termuda di Bulu.
Kades yang beristri Nyamiati menjelaskan, rumah Joglo sekarang ini harganya vaiartif, tergantung ketebalan dan umur kayunya. Ketebalan diatas ukuran 40 cm ada yang ditawar pembeli Rp 1 Milyar yaitu millik seorang warga desa Sendangmulyo. tetapi ukuran seperti itu sulit dicari. Harga rumah joglo ukuran biasa kisaran 30 juta lebih , sedang ukuran besar mencapai kisaran Rp 50 juta.
Menurut Edi, rumah joglo didesanya sudah berdiri sejak jaman dahulu, dan rumah joglo yang baru berdiri sekarang ini, biasanya didirikan oleh warga saat awal berumah tangga. Edi dan beberapa warga yang ditemui Pantura Pos menjelaskan, awal pendirian rumah joglo membutuhkan berbagai macam tirakat. Tradisi masyarakat Jawa masih tetap dilakukan, seperti memperkirakan posisi dan letak rumah, melakukan ritual sebelum didirikan, memasang ubo rampe( padi, kelapa dan lainya) diatap rumah, memasang uang recehan dibawah tiyang (soko). Hal ini dimaksudkan untuk memohon keselamatan kepada yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT.
Kades Edi menambahkan , di desanya hampir semuanya berbentuk rumah joglo dengan kondisi kayu dan ukuran yang berbeda beda. Ukuran dan patokan rumah joglo adalah dengan memakai 4 tiyang penyangga(soko ), ditambah tiyang untuk pinggiran sebanyak 12 buah (biasa disebut soko rono), dan dilengkapi bagian atas ( pucuk) diberi kepala. Warga Pondokrejo aka selalu melestarikan peninggalan leluhurnya, nguri nguri kebudayaan orang Jawa meski zaman selalu berubah. Akan tetapi meskipun rumah adat Jawa termasuk tradisi baginya, bukan berarti mereka anti perubahan teknologi dan pendidikan. Jalan aspal telah melingkari desa Pondokrejo, sehingga kemudahan transportasi dapat dilakukannya.n Santoso

Tidak ada komentar: